Jumat, 24 Juni 2011

SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL: APA YANG KITA CARI?

Meski mendapat kritikan dan kecaman keras dari berbagai pihak dengan program (Rintisan) Sekolah Bertaraf Internasionalnyanya tapi pemerintah nampaknya bergeming dan akan tetap melanjutkan program itu. Dirjen Mandikdasmen, Prof Suyanto PhD, mengatakan pemerintah akan tetap meneruskan program kontroversial ini meski tahu bahwa di Malaysia program serupa telah gagal dan akan dihentikan (Tempo, Edisi 11-17 April 2011). Di Malaysia program Pengajaran dan Pembelajaran Sains dan Matematik dalam Bahasa Inggeris (PPSMI) yang serupa dengan program Sekolah Bertaraf internasional kita ini yang telah dimulai pada tahun 2003 ternyata gagal dan malah membuat kualitas pendidikan mereka merosot. Apa yang diharapkan dari program prestisius ini ternyata bukannya membuat kualitas pendidikan Malaysia mencorong dan sejajar dengan negara-negara maju seperti yang hendak diharap tapi malah merosot. Itulah sebabnya mereka memutuskan untuk menghentikan program PPSMI ini dan berupaya mencari program lain yang lebih baik.

Meski demikian hal ini tidak menyurutkan semangat pemerintah Indonesia untuk meneruskan program (R)SBI-nya. “Kita tidak usah ikut-ikutan Malaysia,” ujar Prof Suyanto seperti dikutip di Tempo. Maksudnya pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kemdiknas, tidak akan ikut-ikutan menghentikan program ini meski juga jeblok. Tidak jelas apa alasan yang mendasari pemerintah untuk tetap ngotot melanjutkan program SBI ini meski hasil kajian dari Balitbang Kemdiknas yang dirilis baru-baru ini sendiri jelas-jelas menunjukkan bahwa tidak ada masa depan bagi program ini. Baru-baru ini Balitbang Kemdiknas yang diminta untuk mengevaluasi program RSBI ini merilis hasil studinya dan ternyata program ini memang memberikan gambaran yang suram. Lantas apa sebenarnya yang kita cari dari program SBI ini? Apa yang melandasi optimisme pemerintah bahwa program ini bakal mendulang sukses dan lebih baik daripada program serupa di Malaysia meski hasil studinya sendiri menunjukkan hasil yang bertolak belakang dengan optimisme tersebut?

Malaysia jelas jauh lebih siap dalam melaksanakan program tersebut dan mereka memiliki modal kapasitas pendidikan yang lebih unggul. Bahasa Inggris adalah bahasa kedua (second language) di negara tersebut karena mereka pernah dijajah Inggris. Kemana saja Anda pergi di negeri tersebut bahasa Inggris digunakan secara meluas karena bahasa Inggris adalah bahasa kedua mereka. Sama dengan bahasa Indonesia bagi kita. Koran-koran dan buku mereka sebagian besar menggunakan bahasa Inggris. Bahkan saat ini banyak warga Malaysia keturunan Cina yang justru menjadikan bahasa inggris sebagai bahasa pertama (mother tongue) mereka. Guru-guru mereka jauh lebih kompeten baik dalam penguasaan materi maupun dalam penguasaan bahasa Inggris. Untuk program PPSMI mereka mempersiapkan segalanya dengan cermat mulai dari Buku Teks (Text Book) bagi siswa, Buku Latihan (aktiviti), Buku Panduan Guru (Teacher’s Guide), My CD (Pupil’s CD ROM) berupa multimedia pembelajaran berupa permainan, simulasi dan e-ujian, CD ROM Guru, Buku Praktik Sains (Science Practical Book), Buku Glossary Sains dan Matematik.

Semua hal yang diperlukan mereka persiapkan dengan cermat dan ditambah dengan latihan intensif bagi guru-guru untuk melaksanakan program tersebut sebaik-baiknya. Tapi toh program ini gagal mencapai tujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan Malaysia agar sejajar dengan negara-negara maju. Alih-alih mendapat lompatan kualitas setara dengan negara-negara maju prestasi mereka justru jeblok dan semakin menurun dari tahun ke tahun. Kajian dari TIMMS (Trends in International Mathemarics and Science Study) pada 2007 bahkan menunjukkan bahwa kemampuan siswa Malaysia dalam Sains dan Matematika terus merosot, dari nilai Matematika 519 di tahun 1999, turun ke angka 508 pada 2003 dan turun lagi pada angka 474 pada 2007. Apa yang semula diyakini dari program ini ternyata tak terbukti.

Melihat kenyataan ini mereka dengan sigap dan tanpa merasa gengsi menghentikan program tersebut. Mentri Pelajaran Malaysia Muhyiddin Yassin memutuskan untuk menghentikan program ini pada tahun 2012. Hanya sekolah-sekolah tertentu yang mungkin masih boleh meneruskan program ini. Pemerintah Malaysia tidak ingin berekperimen lebih jauh setelah tahu hasilnya ternyata justru sebaliknya.

Bagaimana dengan di Indonesia? Apakah program SBI kita memiliki masa depan lebih baik ketimbang PPSMI Malaysia? Tentu saja tidak. Dilihat dari kacamata apa pun kita jelas kalah modal kapasitas pendidikan dibandingkan Malaysia. Dalam uji TIMSS pada tahun 2003 nilai Matematika kita adalah 411 sedangkan Malaysia 508 dan di Sains kita berada di angka 420 dan Malaysia di angka 510. Bedanya hampir seratus angka.

Program (R)SBI kita juga tidak dipersiapkan sebaik-baiknya seperti Malaysia. Tak ada Buku Teks khusus yang dipersiapkan dengan cermat untuk program SBI ini. Tak ada Buku Latihan (aktiviti) khusus bagi siswa, Buku Panduan Guru (Teacher’s Guide), My CD (Pupil’s CD ROM) berupa multimedia pembelajaran berupa permainan, simulasi dan e-ujian, CD ROM Guru, Buku Praktik Sains (Science Practical Book), apalagi Buku Glossary Sains dan Matematik. Guru dan sekolah harus berakrobat sendiri untuk mendapatkan materi yang mereka butuhkan untuk melaksanakan program (R)SBI ini. Tak heran jika kemudian ada guru yang menerjemahkan ‘gaya’ (force) dalam Fisika menjadi ‘style’, ‘jari-jari’ lingkaran menjadi ‘fingers’, dll. Macam-macam penggunaan bahasa Inggris yang menggelikan dan sekaligus memprihatinkan dari para guru yang memang tidak dipersiapkan untuk itu.

Berdasarkan hasil evalusi Balitbang Kemdiknas, ditemukan bahwa program ini membuat para guru menjadi stress karena mesti mengajar dengan berbahasa Inggris yang tidak mereka kuasai. Mereka menderita dengan keharusan yang menurut mereka hanya membuat guru semakin nampak tidak kompeten di depan siswa (Using English as a medium of instruction make less effective learning process and make some teachers stressful). Tapi peraturan tetap peraturan dan mereka harus berakrobat untuk memenuhi tuntutan tersebut. Walhasil tak banyak guru yang konsisten dengan peraturan penggunaan bahasa Inggris ini dan sebagian besar kembali ke bahasa Indonesia dan hanya menggunakan bahasa Inggris untuk memulai pelajaran dan ketika meninggalkan kelas.

Bagaimana dengan kemampuan berbahasa Inggris guru-guru RSBI ini sebenarnya? Apakah mereka memiliki kemampuan yang setara dengan para guru di Malaysia? Berdasarkan eveluasi yang dibuat sendiri oleh Balitbang Kemdiknas beberapa waktu yang lalu diperoleh temuan-temuan yang membelalakkan mata. Dari hasil studi pada 600 guru RSBI ternyata kemampuan bahasa Inggris mereka 50,7% berada pada taraf Novice yang artinya lebih rendah dari taraf Elementary dan yang Elementary sebanyak 32,1%. Artinya bahwa kemampuan lebih dari 80% guru RSBI ini sangat mengenaskan. Bagaimana mungkin guru yang pemahaman bahasa Inggrisnya saja sama dengan orang yang baru belajar bahasa Inggris tiba-tiba diharuskan untuk mengajar menggunakan bahasa tersebut? Bukankah ini sebuah tindakan yang bonek (bondo nekat) dan ‘tidak berprikemanusiaan’?
Kewajiban penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar di kelas jelas menyuli
tkan guru menyampaikan materi dan akan membuat mereka stress. Komunikasi yang efektif dengan menggunakan bahasa yang dipahami oleh kedua belah pihak digantikan oleh penggunaan bahasa Inggris yang kacau balau dan bahkan menjadi olok-olok oleh siswa mereka sendiri. Hal ini jelas sekali menyulitkan siswa dalam memahami materi yang disampaikan oleh guru yang berbahasa Inggris berlepotan sehingga mereka terpaksa harus ikut les lagi di luar sekolah agar dapat memahami materi yang diajarkan Sungguh sebuah kesia-siaan. Hywell Coleman, peneliti dari British Council, menyatakan bahwa tujuan pengajaran dalam bahasa Inggris ini tidak jelas (The purpose of teaching other subjects through English is unclear). Bukan hanya itu, studi yang dilakukan oleh Hywell Coleman menunjukkan bahwa kebijakan penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar ternyata menyebabkan merosotnya kompetensi siswa dalam berbahasa Indonesia, bahasa nasionalnya sendiri. Jadi alih-alih menjadi lebih pintar berbahasa Inggris siswa justru merosot kompetensinya dalam berbahasa Indonesia. Secara logika saja kita bisa memahami betapa meruginya siswa yang harus memahami bahasa Inggris ala Tarzan dari para guru mereka dan mereka juga harus menyesuaikan diri dengan bahasa Tarzan tersebut dengan mengesampingkan bahasa Indonesia yang lebih praktis dan lebih mereka kuasai.

Temuan evaluasi Balitbang juga menemukan bahwa ternyata terjadi pungutan dana pada orang tua dalam jumlah besar yang tidak jelas mekanisme penggunaannya (Such an enormous amount of fees loaded on parents (development, tuition, etc) with lack of transparent mechanism).. Begitu juga dengan dana dari pemerintah pusat, propinsi dan daerah dan yang masuk ke kas sekolah (Proper report system has not been employed by RSBIs, notably in terms of the use of government’s special grant (IDR 300 million – 500 million per school). Ringkasnya, program ini memang rawan penyelewengan karena tidak ada pengaturan pemungutan, penggunaan maupun pelaporannya.

Sekolah dengan bebas menetapkan jumlah sumbangan bagi setiap siswa yang akan masuk ke sekolahnya meski tak ada satu pun peraturan yang melandasinya. Permendiknas yang selama ini dipakai sebagai alasan untuk memungut dana dari orang tua adalah permendiknas tentang SBI dan bukan untuk program RSBI. Tapi toh sekolah tidak perduli dan dengan semena-mena mereka memungut dana dari para ortu yang ingin bersekolah di tempatnya. Sekolah juga bebas menggunakan dana yang diperolehnya baik dari pemerintah mau pun dari orang tua karena memang belum diatur dengan sistem yang benar. Tidak heran jika kita kemudian kita mendengar bahwa para guru sekolah RSBI ini berlomba-lomba mengadakan studi banding ke luar negke Singapura, Asutralia, Jepang, maupun Cina dengan dana pungutan dari orang tua siswa meski tidak jelas apa yang mereka peroleh dari studi banding tersebut.

Selain masalah tersebut, evaluasi Balitbang Kemdiknas juga menemukan fakta bahwa seleksi penerimaan siswa pada sekolah RSBI ini yang semestinya berdasarkan potensi dan prestasi siswa ternyata di lapangan lebih banyak didasarkan pada tingkat kemampuan siswa untuk membayar uang sekolah yang tinggi. Semakin tinggi kemampuan membayarnya semakin tinggi pula kemungkinan diterima (New students’ recruitment system is assumed as less transparent; in many cases student academic achievement is less considered than parent’s paying ability). Meski demikian juga tidak jelas apa tindakan pemerintah untuk menghentikan dan mencegah praktik ini terus berlangsung.

Saat ini pendaftaran siswa untuk sekolah-sekolah RSBI telah dimulai dan praktik yang sama berjalan kembali tanpa ada pengawasan dari pemerintah. Laporan tentang keluhan orang tua yang dimintai dana sampai puluhan juta agar bisa masuk ke sekolah-sekolah RSBI ini terus berdatangan tapi tak pernah ada tindakan samasekali untuk menghentikannya. Sebuah sekolah RSBI di bilangan Jakarta Pusat dengan ringan mematok biaya 45 juta rupiah untuk setiap anak yang mau masuk ke sekolah favorit tersebut. Padahal dalam laporan Balitbang dana pungutan paling tinggi dari sekolah hanyalah 10 juta. Artinya jauh lebih rendah daripada yang dilaporkan oleh sekolah RSBI tersebut. Apakah ini berarti Balitbang tidak mendapatkan data yang benar atau Balitbang telah diakali dengan informasi bohong oleh para sekolah RSBI? Meski melaporkan adanya temuan seperti ini tapi tidak jelas apa langkah-langkah yang akan diambil oleh pemerintah untuk mencegah dan menghentikan praktik serupa.

Pungutan dana pada siswa di level SD dan SMP jelas bertentangan dengan UU. Bukankah UU Sisdiknas Pasal 34 Ayat (2) mengamanatkan bahwa :”Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar TANPA MEMUNGUT BIAYA.” ? Bukankah dengan membuat pungutan berarti pemerintah telah melanggar UU Sisdiknas yang merupakan amanah yang harus diembannya? Bagaimana mungkin Permendiknas bisa bertentangan dengan UU Sisdiknas yang lebih tinggi tingkatnya?

Tanggapan Kemdiknas yang berkilah bahwa RSBI ini ibaratnya kereta listrik yang menggunakan AC sehingga patut berbayar lebih tinggi sungguh mengherankan. Nampaknya pemerintah ingin menjadikan pendidikan sebagai sebuah komoditi yang layak diperdagangkan dan untuk itu perlu dibentuk berkelas-kelas di mana orang kaya yang mampu membayar lebih mahal layak mendapatkan pelayanan lebih baik daripada siswa miskin. Dalih yang dikeluarkan bahwa ada jatah sebesar 20% di sekolah RSBI ini untuk siswa dari keluarga miskin justru menegaskan bahwa program SBI ini adalah untuk siswa kaya yang bisa membayar harga tinggi. 80% jatahnya memang diperuntukkan bagi mereka. Merekalah siswa Kelas Ekspres seperti yang disindir oleh Tempo. Jelas sekali bahwa program RSBI ini memang diperuntukkan bagi siswa kaya dan siswa miskin hanya punya jatah maksimum 20%. Ini sebuah kebijakan yang bertentangan dengan UU dimana dijamin bahwa setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu dan bukan asal bisa sekolah.

Bagaimana mungkin negara yang bertanggungjawab atas pendidikan bagi warganegaranya justru memperdagangkan pendidikan dan membuat klas-klas yang diskriminatif dalam pelayanan pendidikannya? Ini benar-benar sangat memprihatinkan.

Secara jelas Balitbang menunjukkan hasil evaluasinya bahwa persyaratan pendirian sekolah baru RSBI menjadi lebih longgar. Pemda di berbagai daerah berlomba-lomba membuka sekolah RSB karena sekolah yang masuk kategori ini akan mendapat bantuan dana baik dari Pusat, Propinsi, maupun dari Kota?Kabupaten. Ini artinya sekolah tersebut akan kebanjiran dana. Tapi pada akhirnya karena tidak ada seleksi yang ketat maka dalam banyak kasus justru sekolah-sekolah RSBI ini prestasinya malah jeblok (in many cases do not result in better school-performance). Jadi sekolah-sekolah yang semula adalah sekolah berkualitas “A” ternyata setelah menjadi sekolah RSBI lantas prestasinya menjadi jeblok. Jadi Evaluasi Balitbang Kemdiknas telah mendapat bukti nyata bahwa sebenarnya program (R)SBI ini sudah gagal untuk meningkatkan mutu sekolah.

Evaluasi Balitbang tersebut juga menunjukkan bahwa kemampuan akademis para guru (R)SBI ini pada beberapa bidang studi ternyata kalah bagus ketimbang guru reguler (Sebaran skor kemampuan Guru Biologi RSBI di SMA lebih rendah dibandingkan dengan guru biologi reguler. Sebaran skor kemampuan guru IPA (Fisika) kelas RSBI lebih rendah daripada skor guru reguler di SMA. Sebaran skor kemampuan pedagogik guru SD di kelas reguler cenderung lebih baik pada skor yang tinggi dari pada RSBI). Yang lebih mengejutkan adalah bahwa skor Matematika siswa RSBI relatif sama dengan siswa reguler padahal input sekolah-sekolah RSBI ini adalah siswa pilihan terbaik di daerah masing-masing. Mengapa ini bisa terjadi? Mengapa prestasi yang diperoleh sebelumnya justru merosot setelah mengikuti program RSBI ini?

Kebijakan ini pada akhirnya menyebabkan tumbuhnya sikap sosial negatif dari para siswa RSBI seperti yang ditemukan oleh Hywell Coleman, “The international standard schools appear to give rise to negative social attitudes between their pupils and those who study in mainstream schools”. Kita telah menciptakan generasi muda yang merasa dirinya superior dan lebih hebat daripada siswa-siswa lainnya karena bersekolah di sekolah RSBI ini.

Jika sebuah program pendidikan yang dilakukan dengan konsep yang asal-asalan, berbiaya tinggi, hasilnya jeblok, membuat kasta-kasta dalam pendidikan, menciptakan diskriminasi dan segregasi, telah gagal di negara lain meski dengan persiapan yang jauh lebih baik dan bahkan tak ada satu pun pihak yang bisa menunjukkan kelebihan dari program ini lantas mengapa harus tetap dipertahankan? Apa sebenarnya yang hendak kita cari dengan program ini?

Selama ini dalih yang digunakan adalah karena program Sekolah Bertaraf Internasional ini merupakan amanat Undang-undang sehingga jika tidak dilaksanakan maka itu berarti Kemdiknas melanggar AMANAT Undang-undang. Benarkah demikian…?!

Nampaknya ada kesalahpahaman pemerintah dalam menerapkan UU ini. UU yang dijadikan sebagai dasar untuk menjalankan program ini adalah UU Sisdiknas 2003 Pasal 50 ayat (3) dalam yang berbunyi sbb : Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional.

Undang-undang ini samasekali tidak berbicara tentang perlunya sekolah menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar. Bahkan menurut UU Sisdiknas Pasal 41 bahasa pengantar dalam pendidikan nasional adalah bahasa Indonesia. Jadi kebijakan bahasa pengantar bahasa Inggris ini melanggar UU Sisdiknas itu sendiri. UU ini juga tidak mengamanatkan pemerintah untuk menciptakan kelas-kelas sosial dalam pendidikan. UU ini juga tidak mengamanatkan pemerintah menganakemaskan siswa kaya dari siswa miskin dengan memberi mereka kemewahan menggunakan sekolah terbaik di seluruh indonesia dengan jatah 80%. UU ini juga tidak melegalkan pungutan liar dalam pendidikan dan juga bahkan melanggar UU tentang pembiayaan pendidikan di pendidikan dasar. UU tersebut hanya menyatakan perlunya ‘Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional’ dan apa yang dilakukan oleh pemerintah dengan program (R)SBI-nya tidaklah mencerminkan pemenuhan amanat Undang-undang tersebut. Itu semua hanya kesalahan interpretasi pemerintah dalam menerjemahkan pasal dalam UU belaka. Dan untuk itu pemerintah harus menginterpretasikan dan memformulasikan ulang pemahamannya atas pasal dalam UU itu. Jika tidak maka kita akan terus terperosok ke dalam lobang yang semakin dalam tanpa mampu keluar dari lobang yang kita buat sendiri.


Jakarta, 12 April 2011
Satria Dharma
Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI)

MODEL PEMBELAJARAN ATRAKTIF DI TAMAN KANAK KANAK

Oleh: Kartini, S.Pd. 

(Widyaiswara PPPG Tertulis Bidang Studi Keguruan)

Sasaran utama dalam kerangka sistem dan aktifitas persekolahan di antaranya mempersatukan pendidikan dan kreatifitas peserta didik. Tujuannya untuk menumbuhkembangkan potensi-potensi yang dimiliki anak didik termasuk potensi memberikan respon kreatif terhadap hal-hal sekitar kehidupannya. Ada yang beranggapan bahwa bila daya kreativitas peserta didik rendah, maka secara pedagogis ada yang kurang pas dalam kerangka sistem dan aktivitas persekolahan.Malik Fadjar sebagai praktisi pendidikan berpendapat selama ini proses belajar mengajar terasa rutin dan statis, kalaupun ada perubahan atau perbaikan sifatnya masih sepotong-sepotong dan parsial. Padahal pembaharuan dan perubahan tidak hanya menyangkut didaktik metodik saja, melainkan menyangkut pula aspek-aspek pedagogis, filosofis, input, proses, dan output.
James W. Botkin menamai proses belajar itu dalam suasana inovatif [innovative Seaming). Suasana belajar yang inovatif dapat memecahkan persoalan-persoalan krisis dalam pendidikan dan membentuk ketahanan anak didik maupun sekolah dalam menghadapi kehidupan serta menjaga harkat martabat manusia supaya tetap berkembang.
Sementara ini ada pemahaman yang salah, mereka menganggap bahwa guru TK tidak lagi berpandangan bahwa taman yang paling indah tempat bermain dan berteman banyak yang penuh dengan suasana inovatif. Akan tetapi tempat belajar, tempat mendengar guru mengajar dan mengerjakan PR. Tentu saja hal itu akan membuat anak-anak jenuh, pasif, dan terlebih lagi hilang sebagian masa bermainnya.
Dalam tulisan ini mencoba menguraikan bagaimana mempertemukan pendidikan dan kreativitas pada anak didik melalui model pembelajaran di TK yang atraktif.
PPPG Tertulis telah rnengadakan studi banding pada sekolah Taman Kanak-kanak di wilayah Bandung tengah mengenai pengembangar model pendidikan di TK. Berdasarkan temuan di lapangan ada beberapa TK yang sedang menerapkan pengembangan –model pendidikan untuk TK Atrakfif.
Gagasan TK Atraktif tersebut pada dasarnya mempakan upaya mengembalikan TK pada fungsinya yang hakiki sebagai sebuah taman yang paling indah. Maksud tainan di sana yaitu TK yang menyenangkan dan menarik. Selain dari itu, dapajuga menantang anak untuk bermain sambil mempelajari berbagai hal tentang bahasa, intelektual, motorik, disiplin, emosi, dan sosiobilitas.Kata atraktif mengandung makna selain menarik dan menyenangkan juga penuh kreativitas dan dapat mendorong anak bermain sambil belajar sesuai dengan prinsip pokok pendidikan di TK. 

Pengembangan Model Pelajaran untuk TK Atraktif

Seperti yang sudah diuraikan di atas, bahwa tujuan pokok dari pengembangan TK atraktif ialah mengembalikan dan menempatkan TK pada fungsinya yang hakiki sebagai sebuah taman. Secara khusus, pengembangan TK atraktif bertujuan untuk:
  • Menanamkan filosofi pelaksanaan pendidikan di Taman Kanak-kanak. Filosofi pendidikan TK telah disusun dan dituangkan dengan indahnya dalam mars lagu TK. Mars TK bukan hanya sekedar dinyanyikan, tapi merupakan pengejawantahan isi dan makna yang tertuang dalam lagu tersebut. TK adalah “taman yang paling indah”, secara filosofi seharusnya menjiwai pelaksanaan pendidikan TK dengan berbagai bentuk kegiatan yang indah, menarik dan menyenangkan anak. “Tempat bermain”, yaitu melalui bermain anak akan “berteman banyak”, urrtuk mempelajari karakter, keinginan, sikap, dan gayatingkah laku masing-masing.
  • Menyebarkan wawasan tentang pelaksanaan pendidikan TK yang atraktif. Tingginya derajat penyimpangan TK mengharuskan perlunya secara intensif penyebaran wawasan dan pemahaman tentang makna dan proses pendidikan TK atraktif.
  • Mengubah sikap dan perilaku guru yang belum sesuai dengan kerakteristik pendidikan di TK.
  • Mendorong munculnya inovasi dan kreativitas guru dalam menciptakan dan mengembangkan iklim pendidikan yang kondusif di TK.
Selanjutnya suatu Taman Kanak-kanak dapat dikatakan atraktif apabila memenuhi 3 persyaratan yang disebut sebagai 3 pilar utama.
Pilar pertama: Penataan lingkungan, baik di dalam maupun diluar kelas. Walaupun penataan lingkungan di TK sudah ada dalam buku pedoman sarana pendidikan TK. Namun bagi seorang guru yarrg kreafif, tidak ada sejengkal ruangan yang tidak bisa dijadikan sarana pengembangan anak. Segi penataan lingkungan di dalam kelas, setiap ruangan, mulai dari lantai, dinding, rak buku, jendela, sampai langit-langit dapat dibuat menjadi atraktif. Begitu juga segi penataan lingkungan di luar kelas, mulai dari pintu gerbang, jalan menuju kelas, tanaman hias, apotik hidup, kandang binatang ternak, saluran air, tempat sampah, papan pengumuman, ayunan, jungkitan, papan luncur sampai terowongan semuanya bisa dirancang atraktif. Contoh: Pintu gerbang- bisa dibentuk menjadi bentuk ikan hiu, harimau atau ayam.
Pilar kedua: Kegiatan bermain dan -alat permainan edukatif, Merancang, dan mengembangkan berbagai jenis alat permainan edukatif, bagi guru yang kreatif akan menggunakan bahan-bahan yang terdapat di lingkungan sekitar anak, misalnya terbuat dari koran, kardus, biji kacang hijau, batang korek api, lilin, gelas aqua dan sebagainya. Demikian pula pada kegiatan pengembangan kemampuan anak, akan dikemas oleh guru menjadi kegiatan yang menarik. dalam suatu Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), contohnya dalam pembukaan ada kegiatan brainstorming, dalam proses permainan ada kegiatan fun cooking, sandal making, story reading, atau story telling.
Pilar ketiga: Ada interaksi edukatif yang ditunjukkan guru. Guru TK harus memahami dan melaksanakan tindakan edukatif yang sesuai dengan usia perkembangan anak. Mulai dari. pembukaan kegiatan proses KBM sampai penutup kegiatan. Tindakan guru dapat dimulai dengan memberikan teladan, misalnya cara duduk, membuang sampah etika makan, berpakaian, berbicara dan sebagainya. Demikian pula cara bertindak, misalnya memberi pujian dan dorongan pada anak, menunjukkan kasih sayang dan perhatian hendaknya adil.Beberapa 

Beberapa Model Pendidikan TK Atraktif 

Dalam tulisan ini, akan dikemukakan 2 contoh model pendidikan TK atraktif, yaitu Pengajaran Suara, Bentuk dan Bilangan dan Sistem PengajaranSentra.

1. Pengajaran Suara, Bentuk, dan Bilangan

Konsep pengajaran suara, bentuk dan bilangan berawal dari konsep dasar yang dikemukakan oleh John Heindrich Pestalozzi. Walaupun Pestalozzi hidup pada abad 16, tapi pandangan dan konsep-konsepnya banyak yang menjadi kerangka dasar para pemikir pendidikan anak untuk Taman Kanak-kanak di abad sekarang. Salah satu karyanya berjudul “Die Methoden” yang mengupas tentang metodologi pembelajaran dalam beberapa bidang pelajaran. Salah satu pandangannya yang sangat relevan dalam pendidikan untuk TK atrakfif adalah konsep pembelajaran yang menekankan pada suara, behtuk dan bilangan. Konsep ini sangat dekat dengan pengembangan potensi anak pada dimensi auditori, visual dan memori yang tepat digunakan bagi perkembangan anak TK.

Pandangan Dasar tentang Pendidikan

Pestalozzi mempunyai pandangan bahwa pendidikan bukanlah upaya menimbun pengetahuan pada anak didik. Atas dasar pandangan ini, ia menentang pengajaran yang “verbalists”. Pandangan ini melandasi pemikirannya bahwa pendidikan pada hakikatnya usaha pertolongan (bantuan) pada anak agar anakmampu menolong dirinya sendiri yang dikenal dengan “Hilfe Zur Selfbsthilfe“.
Dilihat dari konsepsi tujuan pendidikan, Pestolozzi sangat menekankan pengembangan aspek sosial pada anak sehingga anak dapat melakukan adaptasi dengan lingkungan sosialnya serta mampu menjadi anggota masyarakat yang berguna. Pendidikan sosial ini akan berkembang jika dimulai dari pendidikan ketuarga yang baik. A Malik Fajar dalam opininya tentang Renungan Hardiknas tanggal 2 Mei 2001 sangat mendukung gagasan untuk menghidupkan kembali pendidikan berbasis masyarakat (community base education) dan menjadikannya sebagai paradjgma barn sekaligus model yang patut ditindaklanjuti.
Pada kenyataannya baik pendidikan maupun sistem dan model-model kelembagaan yang tumbuh dan berkembang di masyarakat mencerminkan kondisi sosial, ekonomi dan budaya. Jadi menurutnya pendidikan berbasis masyarakat akan memperkuat posisi dan peran pendidikan sebuah model sosial. Ada 3 prinsip yang menjadi dasar pendidikan ini, yaitu sebagai berikut.
  • Pendidikan TK menekankan pada pengamatan alam. Semua pengetahuan bersumber pada pengamatan.- Pengamatan seorang anak pada sesuatu akan menimbulkan pengertian. Pengertian yang baru akan bergabung dengan pengertian lama dan membentuk pengetahuan. Selain itu Pestolozzi juga menganjurkan . pendidikan kembali ke alam (back to nature), atau sekolah alam. Inti utamanya adalah mengajak anak melakukan pengamatan pada sumber belajar di lingkungan sekitar.
  • Menumbuhkan keaktifan jiwa raga anak. Melalui keaktifan anak maka ia akan mampu mengolah kesan pengamatan menjadi pengetahuan. Keaktifan juga akan mendorong anak untuk berinteraksi dengan lingkungan sehingga merupakan pengalaman langsung dengan lingkungan. Pengalaman interaksi ini akan menimbulkan pengertian tentang lingkungan dan selanjutnya akan menjadi pengetahuan baru. Inilah pemikiran Pestolozzi yang banyak menjadi topik perbincangan yang disebut belajar aktif (active learning).
  • Pembelajaran pada anak harus berjalan secara teratur setingkat demi setingkat atau bertahap. Prinsip ini sangat cocok dengan kodrat anak yang tumbuh dan berkembang secara bertahap. Pandangan dasar tersebut membawa konsekuensi bahwa bahan pengembangan yang diberikan harus disusun secara bertahap, dimulai dari bahan termudah sampai tersulit, dari bahan pengembangan yang sederhana sampai yang terkompleks.
Konsep Pendidikan Atraktif dari Pestolozzi

Ciri khas pandangan Pestalozzi mengenai proses pendidikan TK atrakfif yaitu melalui adanya pengajaran suara, bentuk dan bilangan. Semua bidang pengembangan yang diajarkan pada anak dikelompokkan dalam 3 kategori sebagai berikut.
  • Konsep suara mencakup bahan pengembangan bahasa, pengetahuan sejarah dan pengetahuan bumi.
  • Konsep bentuk mencakup pengetahuan bangun, menggambar dan menulis.
  • Konsep bilangan mencakup semua aspek yang berkaitan dengan berhitung.
Ketiga konsep di atas dapat melalui pengembangan AVM (Auditory Visual Memory). Melalui pengembangan AVM ini fungsi sel-sel syaraf akan berkembang dan selanjutnya akan dapat mengembangkan potensi-potensi lainnya seperti imajinasi, kreativitas, intelegensi, bakat, minat anak, misalnya dalam kelompok pengembangan auditori (bahasa), pengembangan perbendaharaan kosa kata anak dan kemampuan berkomunikasi harus mendapat perhatian intensif. Perbendaharaan kosakata akan menyentuh atau mempengaruhi dimensi potensi lainnya. Kemampuan anak berkomunikasi tergantung pada penguasaan kosakata anak.Dalam pelaksanaannya, pengembangan AVM dilaksanakan secara terpadu (intergrated). Kegiatan yang menggunakan metode percakapan dan bercerita, akan merupakan metode yang efektif dalam pengembangan AVM di TK.Sebagai contoh: memperkenalkan wama merah, bentuk bulat, rasa manis pada “Apel” merupakan salah satu model intergrated dalam pengembangan AVM.
  • Melalui gambar : anak diperkenalkan dengan pengertian “Apel”.
  • Melalui kosakata :anak mengucapkan kata “apel”.
  • Melalui bentuk :anak mengenal bentuk bulat.
  • Melalui bilangan :anak menghitung jumlahnya1, 2, 3 dan seterusnya.
2. Sistem Pengajaran Sentra

Model pendidikan ini, menitik beratkan pada pandangan seorang ahli pendidikan, Helen Parkhust yang lahir tahun 1807 di Amerika. Pandangannya adalah kegiatan pengajaran harus disesuaikan dengan sifat dan keadaan individu yang mempunyai tempat dan irama perkembangan yang berbeda satu dengan yang lainnya. Setiap anak akan maju dan berkembang sesuai dengan kapasitas kemampuannya masing-masing. Walaupun demikian kegiatan pengajaran harus memberikan kemungkinan kepada murid untuk berinteraksi, bersosialisasi dan bekerja sama dengan murid lain dalam mengerjakan tugas tertentu secara mandiri. Pandangan ini mengisyaratkan bahwa Helen Parkhust tidak hanya mementingkan aspek individu, tapi juga aspek sosial.Untuk itu bentuk pengajaran ini merupakan keterpaduan antara bentuk klasikal dan bentuk individual. Sebagai gambaran pelaksanaan model ini, dapat diungkapkan sebagai berikut. 

a) Ruangan kelas
Ruangan kelas dapat dimodifikasi menjadi kelas-kelas kecil, yang disebut ruangan vak atau sentra-sentra. Setiap ruangan vak atau sentra. terdiri atas satu bidang pengembangan. Ada sentra bahasa, sentra daya pikir, sentra daya cipta, sentra agama, sentra seni, sentra kemampuan motorik. Contohnya pada sentra bahasa terdapat bahan, alat-alat, serta sumber belajar seperti tape recorder, alat pendengar, kaset, alat peraga, gambar, dan sebagainya.
Pada sentra daya pikir berisi bahan-bahan ajar seperti alat mengukur, manik-manik, lidi untuk menghitung, gambar-gambar, alat-alat geometris, alat-alat laboratorium atau majalah pengetahuan. Demikian pula pada sentra khusus seperti sentra balok, sentra air, sentra musik atau sentra bak pasir.

b) Guru
Setiap guru harus mencintai dan menguasai bidang pengembangan masing-masing. Guru harus memberi penjelasan secara umum kepada murid-murid yang mengunjungi sentranya sesuai dengan tema yang dipelajari. Memberi pengarahan, mengawasi dan mempematikan murid-murid ketika menggunakan alat-alat sesuai dengan materi yang dipelajarinya. .Selanjutnya menanyakan kesulitan yang dialami murid-murid dalam mengerjakan materi tersebut. Selain dari itu guru sentra harus menguasai perkembangan setiap murid dalam mengerjakan berbagai tugas s’ehingga dapat mengikuti tempo dan irama perkembangan setiap murid dalam menguasai bahan-bahan pengajaran atau tugas perkembangannya.

c) Bahan dan Tugas
Bahan pengajaran setiap sentra terdiri dari bahan minimal dan bahan tambahan. Bahan minimal yaitu bahan pengajaran yang berisi uraian perkembangan kemampuan minimal yang harus dikuasai setiap anak sesuai tingkat usianya. Bahan ini harus dikuasai anak dan merupakan target kemampuan minimal dalam mempeiajari setiap sentra tertentu.
Bila anak sudah menguasai bahan pengajaran minimal, dapat memperoleh bahan pengajaran tambahan, yang merupakan pengembangan atau pengayaan dari pengajaran minimal. Pengayaan ini diberikan bisa secara individu maupun kelompok pada anak yang menguasai bahan minimal pada satuan waktu yang relatif sama. Bahan pengayaan ini tentu saja disesuaikan dengan kondisi lingkungan, dengan demikian anak dipersiapkan untuk menghadapi kehidupan sesuai dengan kenyataan dengan penuh tanggungjawab.
Bahan setiap sentra hendaknya terintegrasi dengan sentra lainnya. Di bawah ini merupakan contoh adanya integrasi antar sentra bidang pengembangan.
Tema : Tanaman
Sentra bahasa: Dramatisasi “Fun Cooking”
Sentra musik: bernyanyi menanam jagung
Sentra Aritmatika: belanja dan menghitung sayur-sayuran
Sentra air: memelihara dan merawat tanaman

d) Murid dan Tugasnya
Setiap murid akan mendapat tugas dan penjelasan secara klasikal. Masing-masing murid dapat memilih sentra yang akan diikutinya. la bebas menentukan waktu dan menggunakan alat-alat untuk menyelesaikan tugasnya. Setiap murid tidak boleh mengerjakan tugas lain sebelum tugas yang dikerjakannya selesai.Untuk mengembangkan sosiobilitas, murid boleh mengerjakan tugas tertentu bersama-sama. Dengan cara ini murid akan mempunyai kesempatan bersosialisasi, bekerja sama, tolong menolong satu dengan lainnya. Murid yang dapat menyelesaikan suatu tugas atau sudah menguasai bahan minimal, ia dapat meminta tugas tambahan dengan memilih kegiatan lain yang digemarinya. Agar perbedaan setiap murid tidak terlalu jauh, guru dapat menetapkan bahan maksimal pada setiap pokok bahasan. Bila murid tidak dapat menyelesaikannya di sekolah, karena suatu hal, maka guru dapat memberi izin untuk menyelesaikannya di rumah.

e) Penilaian Kemajuan Murid
Untuk menilai kemajuan murid digunakan tiga jenis kartu penilaian, yaitu kartu kemajuan individu, kartu rekapitulasi (mingguan, bulanan, catur wulan) dan kartu rekapitulasi laporan perkembangan setiap murid.

Penutup

Beranjak dari uraian di atas, mengenai model pembelajaran TK atraktif, maka dapat disimpulkan bahwa betapa sistem dan praktik pendidikan perlu dirancang, dikembangkan agar secara nyata menumbuhkan daya cipta peserta didik, melahirkan
hal-hal yang baru, kemampuan berpikir secara divergen, kemampuan merealisasikan gagasan dan keinginan yang koheren dengan situasi-situasi baru, membangun konstruksi pemikiran dan aksi yang positif.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi dunia pendidikan pada umumnya..Amien.


Sumber Bacaan
  • Moeslichatoen R. (1999). Metode Pengajaran di Taman Kanak-Kanak, Depdikbud, Dirjen Dikti, Proyek Pendidikan Tenaga Akademik IKIP Malang.
  • Depdiknas (2000). Diklat calon instruktur guruTK atraktif, Pengembangan Model Pendidikan untuk TK Atraktif, Depdiknas, Dirjen Dikdasmen,PPPG Keguruan Jakarta, 2000.
  • Fadjar A. Malik, (2001). Pendidikan dan Kreativitas, Renungan Hardiknas, Harian KOMPAS, Mei 2001.
  • Hapidin, (1999). Model-model Pendidikan untuk Anak Usia Dini. Jakarta: Ghiyats Alfiani Press.

Kamis, 23 Juni 2011

Ruang Lingkup Kurikulum TK

Ruang lingkup kurikulum TK meliputi aspek perkembangan :
1. Moral dan Nilai-nilai Agama
2. Sosial, Emosional dan Kemandirian
3. Kemampuan Berbahasa
4. Kognitif
5. Fisik / Motorik
6. Seni
Untuk menyederhanakan lingkup kurikulum dan menghindari tumpang tindih, erta untuk memudahkan guru menyusun program pembelajaran yang sesuai dengan pengalaman, maka aspek-aspek perkembangan tersebut dipadukan dalam bidang pengembangan yang utuh mencakup :

1. Bidang Pengembangan Pembentukan Perilaku Melalui Pembiasaan

Pembentukan perilaku melalui pembiasaan merupakan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dan ada dalam kehidupan sehari-hari anak sehingga menjadi kebiasaan yang baik. Bidang pengembangan pembentukan perilaku melalui pembiasaan meliputi pengembangan moral dan nilai-nilai agama serta pengembangan sosial, emosional dan kemandirian. Ari program pengembangan moral dan nilai-nilai agama diharapkan akan meningkatkan ketaqwaan anak terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan membina sikap anak dalam rangka meletakkan dasar agar anak menjadi warga negara yang baik. Program pengembangan sosial dan kemandirian dimaksudkan untuk membina anak agar dapat mengenali emosinya secara wajar dan dapat berinteraksi dengan sesamanya maupun dengan orang dewasa dengan baik serta dapat menolong
dirinya sendiri dalam rangka kecakapan hidup.

2. Bidang Pengembangan Kemampuan Dasar.

Pengembangan kemampuan dasar merupakan kegiatan yang dipersiapkan oleh guru untuk meningkatkan kemampuan dan kreatifitas sesuai dengan tahap perkembangan anak. Pengembangan kemampuan dasar tersebut meliputi :
a. Kemampuan Berbahasa
   Pengembangan ini bertujuan agar anak mampu mengungkapkan pikiran melalui bahasa yang sederhana secara tepat, mampu berkomunikasi secara efektif dan membangkitkan minat anak untuk dapat berbahasa Indonesia.
b. Kognitif
    Pengembangan ini bertujuan mengembangkan kemampuan berpikir anak untuk dapat mengolah perolehan belajarnya, dapat menemukan bermacammacam alternatif pemecahan masalah, membantu anak untuk mengembangkan kemampuan logika matematiknya dan pengetahuan akan ruang & waktu serta mempunyai kemampuan untuk memilah-milah, mengelompokkan serta mempersiapkan pengembangan kemampuan berpikir secara teliti.

c. Fisik / Motorik
    Pengembangan ini bertujuan untuk memperkenalkan da melatih gerakan kasar dan halus, meningkatkan kemampuan mengelola, mengontrol gerakan tubuh dan koordinasi, serta meningkatkan keterampilan tubuh dan cara hidup sehat sehingga dapat menunjang pertumbuhan jasmani yang kuat, sehat dan
terampil.

d. Seni
    Pengembangan ini bertujuan agar anak dapat dan mampu menciptakan sesuatu berdasarkan hasil imajinasinya, mengembangkan kepekaan dan dapat menghargai karya yang kreatif.

Sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2128428-ruang-lingkup-kurikulum-tk/#ixzz1QAqdUwlf

Selasa, 21 Juni 2011

E Book BSE

Bagi teman-teman yang masih sekolah tingkat SMA atau SMK dan belum bunya buku pelajaran, kenapa susah-susah download aja buku BSE dibawah ini gratis kook......
1. Buku Sekolah Elektronik (bse) SMA :


2ku Sekolah Elektronik (bse) SMK :



Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More